Anggi told me to write it down...
so, disinilah saya sekarang, di depan laptop di tengah malam buta (gaya ya...biar lebih dramatis gitu! hahaha...), menuliskan segala kegelisahan saya...
Semua bermula dari 3 minggu lalu, ketika pacal jatuh sakit dan menjadi sangat manja! hahah... Jadi, sebelum itu pacal sibuk dengan seleksi masuk untuk pegawai tetap BNI, dan selalu kehilangan kesempatan untuk olahraga (futsal atau basket). Memang gitu deh si pacal, kalo ngga nyempetin olahraga ya langsung tumbeng. Sakitnya sih cuma 4 hari. Total 7 hari dia ngga masuk kerja ditambah dengan jadwal libur. Tapi setelah itu malah makin males masuk kerja, dan akhirnya memutuskan untuk resign. Ini langkah nekat sebenernya, karena pacal waktu itu belom dapet keputusan dari BNI. Tapi yasudah, saya walopun degdegan, menyerahkan semua sama pacal. Saya percaya dia punya alternatif.
Hampir seminggu sejak pacal resign, ketidaknyamanan saya semakin menjadi-jadi. Sudah memang sejak lama saya ngga betah, ditambah pula sekarang ngga ada penyemangat. Biasanya, penyemangat saya untuk terus bekerja adalah pacal. Dari hari ke hari, sejak login masuk, yang saya tunggu adalah waktunya saya ketemu pacal siang harinya. Kalau jadwal berdekatan, pacal akan datang nyamperin saya ke ws (work station) sambil cengar cengir lucu. Mukanya selalu seger karena baru abis mandi, rambutnya pasti masih basah. Kadang-kadang membawakan saya cemilan.
Setelah pacal resign, rasanya saya kehilangan sesuatu di kantor. Sejak masuk pertama kali, sejak hari pertama test masuk, pacal sudah masuk ke hari-hari saya. Intuisi saya sudah bilang sesuatu tentang dia, dan intuisi saya jarang keliru (Alhamdulillah). Hari pertama saya melihat dia, bahkan sebelum saya kenal dan tau namanya, saya tau akan ada sesuatu yang besar tentang dia. Entah berkaitan dengan saya, entah tidak. Ternyata memang ada, dan berkaitan dengan saya. Entah karena rasa penasaran dan ditarik intuisi tadi, saya mulai mencari tau tentang dia. Sampai akhirnya kami menemukan jalan untuk benar-benar bersama. Padahal saya dan pacal bertemu dalam situasi yang sangat ngga memungkinkan untuk jalan bareng. Dan walopun sudah sama-sama tau perasaan masing-masing, kita ngga pernah ngoyo untuk memaksakan diri. Kami menunggu, sampai ada jalan untuk bersama. Dan ternyata memang ada jalan.
Sejak hari pertama itu, sampai seterusnya, saya terbiasa melihat nama pacal dimana-mana. Di semua aplikasi internal yang ada, saya terbiasa mengisi timesheet bulanannya, mencatat jadwalnya. Setahun lebih. Jadi ketika tiba-tiba namanya hilang, dan tidak ada lagi jadwal yang harus saya catat, tidak ada timesheet yang harus saya isi, tidak ada lagi yang akan datang cengar cengir mengganggu saya online. Rasanya sepi. Sangat sepi. Semakin tidak betah lah saya disana.
Seminggu setelah pacal resign, akhirnya dia mendapat panggilan untuk sign kontrak kerja dengan BNI. Dia menerima panggilan itu dirumah saya, di hadapan bapa dan mamah. Bisa saya rasakan kebanggaannya, membuktikan bahwa dia bisa. Dan kebanggaan mamah dan bapa juga, sejak itu mereka yakin telah menyerahkan anak perempuan pertamanya pada laki-laki yang tepat, yang bisa di andalkan.
Hari jumat tanggal 5 Juni 2010, pacal sign kontrak dengan BNI. Dan saya, entah dapat keberanian darimana, memutuskan untuk resign dari Infomedia. Hari itu juga saya urus pengunduran diri saya setelah sebelumnya diskusi panjang dengan bapa. Setelah dealing dengan pihak outsource, saya pun resmi mengundurkan diri. Huff...lega. Kelegaan yang susah dijelaskan. Bercampur aduk juga dengan cemas karena ini tindakan nekat juga. Sama seperti kondisi pacal ketika resign, saya juga belum mendapat kepastian dari pihak BRI. Belum tentu saya diterima bekerja disana, tapi saya sudah ngga tahan. Daripada keburu sakit jiwa disana, saya lebih baik melangkah mundur untuk nantinya maju. Saya optimis dengan hasil interview terakhir di Kanwil BRI. Mudah2an segera ada follow up dr mereka.
Dan ternyata jadi pengangguran itu tidak mudah. Sangat ngga mudah.
Ketika saya menginjakkan kaki di dunia pengangguran, pacal malah sibuk dengan kegiatan training di kantor barunya, dengan jadwal yang sangat padat. Rasanya campur-campur. Senang karena pacal akhirnya dapet kerjaan bagus. Bangga karena keberhasilannya. Lega karena saya sudah bisa yakin dengan masa depan kami. Tapi juga cemburu, ketakutan, khawatir, dan tersisih. Saya melihat pacal enjoy sekali di dunia barunya, dengan teman-temannya, dan saya cemburu. Dunia baru pacal dan saya ngga ada disana. Rasanya seperti tersisih, saya takut dia lupa sama saya. Atau kekhawatiran-kekhawatiran (yang menurut pacal sangat ngga penting dan konyol) seperti gimana kalau dia bertemu perempuan lain dan berpaling dari saya? Dan macam-macam lagi. Berhari-hari (tepatnya 4 hari sejak pacal mulai training), saya uring-uringan ngga jelas. Seringkali sedih amat sangat hingga nangis tiba-tiba. Merasa sangat kehilangan pacal. Saya terbiasa berada di dunia yang sama dengan pacal, di lingkungan yang sama, teman-teman yang sama, membicarakan topik yang sama, pekerjaan yang sama. Ketika sekarang saya jadi makhluk asing di dunianya, ada perasaan tersisih dan ngga terima. Konyol memang, tapi ini yang saya rasakan.
Kesadaran pertama muncul ketika saya curhat tentang perasaan ini ke Teh Anti. Dan kalimat pertamanya, cukup untuk membuat saya tertegun. Ketika saya selesai cerita panjang lebar tentang kegelisahaan dan perasaan tersisih ini, teh anti bilang: "kamu kok kelakuannya jadi kayak si mantan waktu kamu baru dapet kerja sih?"
Lama saya terdiam, saya ingat Agung dan sikapnya yang membuat saya jengah, gerah. Awal permasalahan yang membuat saya meninggalkan dia. Damn, seperti itukah saya?
Apakah ini juga membuat pacal gerah?
Apakah ini juga membuat pacal jengah?
Yang pasti, saya ingin membuat pacal tetap nyaman bersama saya. Dan saya harus membantu dia melewati proses adaptasinya di tempat baru. Dengan beban baru, tugas baru, jadwal yang padat, tentunya ngga udah untuk siapapun. Yang bisa saya lakukan untuk membantu pacal adalah dengan menjaga pikiran dan perasaannya tetap tenang. Artinya saya ngga boleh rewel.
Dan saya pun berusaha keras untuk mengendalikan rasa takut, khawatir, cemburu, penasaran, dan lain-lain. Berusaha mengalihkan perhatian saya ke yang lain, dan khususnya menulis. Berusaha untuk menyibukkan diri dengan aktivitas apapun, untuk mempercepat hari, membuat hari minggu datang lebih cepat. Saya ingin segera bertemu pacal. Tapi susah. Sangat susah. Saya ngga terbiasa berjauhan dengan pacal, susah menghubungi pacal, jarang ketemu. Saya terbiasa ada dia dimana-mana setiap hari.
Dan pacal membuat saya menjadi sangat manja, sangat bergantung sama dia. Pacal adalah tipe laki-laki yang senang memanjakan pacarnya, buat dia perempuan itu sudah kodratnya harus di bantu, di temani, di manjakan, dan lain lain dan sebagainya dan seterusnya. Saya tidak lagi semandiri dulu.
Yang membuat semakin tertekan adalah ketika pelarian saya satu-satunya ternyata gagal. Sejak dulu, saya terbiasa menuangkan rasa dengan menulis. Apa jadinya ketika menulis pun saya ngga sanggup??? Stress. Saya pun cerita sama Anggi, salah satu temen SD yang saya percaya soal tulis menulis. Dia bilang, "just write it down Del!", tapi saya sudah coba, ngga bisa. Banyak yang mau saya tulis, tapi ngga tau harus mulai darimana. Anggi bilang lagi, "ngga usah pengen bagus, tulis aja semua!" saya terdiam....lalu Anggi bertanya, "kamu lagi under pressure ya?"
Pertanyaan ini membuat saya berpikir banyak. Sedang tertekankah saya? Mungkin karena ngga ada kegiatan, pengangguran, dan saya ngga terbiasa ngga sibuk seperti ini. Belum lagi tuntutan bahwa saya harus bekerja, jadi dag dig dug menunggu pengumuman BRI itu berlipat-lipat. atau mungkin saya yang menekan diri saya sendiri? Tentang menulis misalnya, saya memaksakan diri untuk membuat tulisan saya terlihat bagus. Dan akhirnya malah ngga bisa nulis apa-apa.
Sore tadi, saya memaksa untuk ketemu pacal. Saya kangen sekali sama dia, walaupun cuma sebentar, saya pengen ketemu pacal. Pacal sudah melarang saya pulang malam, dia khawatir, bahkan memaksakan diri untuk datang kerumah saya. Saya tau pacal pasti capek, jadi mendingan saya yang ke kostannya. Toh seharian ini memang saya ngga kemana-mana. Saya bawakan dia makan malam, hasil masakan hari ini. Seneng banget ngelihat dia makan lahap, dan katanya enak ;)
Ketemu pacal, walau cuma sebentar, ngobrol-ngobrol cuma satu jam, berhasil me-recharge energi saya sampai besok besok, sampai hari minggu. Tapi dari sini kesadaran lain muncul. Saya ngga pernah melihat pacal selelah ini sebelumnya. Dia ngga fokus ngobrol sama saya, kepalanya penuh dengan hal lain. Lalu di perjalanan pulang, saya merenung. Ternyata saya membuat pacal semakin lelah dengan kerewelan saya. Setelah beban yang harus dia tanggung (besok dia ujian pertama, bahan hapalannya sangat banyak dan kelihatan rumit, dan harus mengumpulkan berkas2 yang banyak banget...), dia harus menghadapi saya yang rewel karena kangen, bebannya ditambah dengan kekhawatiran karena saya pulang malam sendirian.
Saya pun di sergap rasa bersalah yang amat sangat, juga malu. Disaat pacal sedang merintis masa depan kami, saya malah mengganggunya dengan ke-childish-an ngga penting ini. Dan dari situ saya berjanji akan berusaha lebih keras untuk ngga lagi mengganggu pacal dengan remeh temeh ini. Saya ngga akan lagi menambah bebannya, membuat dia semakin pusing dan lelah. Saya ngga mau pacal malah jengah dengan sikap saya. Saya ingin dia tetap nyaman bersama saya. Karena saya rasa, cuma itu yang bisa saya lakukan untuk mempertahankan pacal di sisi saya. Membuatnya tetap nyaman. Dia akan pergi kalau saya terus-terusan rewel seperti ini. And that is the worst thing that can happen to me.
Hhh...mungkin ini aneh buat sebagian orang. Tapi inilah saya. Saya adalah seorang yang menginginkan pacal saya selalu ada di sekeliling saya, di dunia yang sama dengan saya. Karena saya cemburuan, dan paranoid. Infomedia adalah sebuah comfort zone untuk hubungan saya dan pacal. Tapi kami ngga akan beranjak kemana-mana kalau tetap di comfort zone itu.
Demi masa depan, saya dan pacal pun keluar dari sana, dari comfort zone kami. Resikonya? Ya seperti ini, saya harus menghadapi dan merelakan pacal ada di dunia yang berbeda dengan saya, bahkan kemungkinan akan menjalani LDR (Long Distance Relationship) jika pacal ditempatkan di luar kota. Sejujurnya, saya takut sekali menghadapi ini. Ngga terbayang jika saya dan pacal berjauhan sejauh itu. Entah bagaimana saya akan menjalaninya, tapi toh harus di jalani kan?
Akhirnya saya bisa menulis juga. Artinya saya sudah bisa melepaskan diri dari tekanan yang saya buat sendiri. Ini langkah awal yang bagus. Mudah2an proses adaptasi saya untuk situasi ini akan lebih mudah kedepannya.
Everything has changed
Hubungan saya dan pacal jelas akan sangat berubah, ngga senyaman dulu. Waktu dia buat saya ngga sebanyak dulu. Adaptasinya untuk saya pun ngga gampang, tapi saya akan coba. Mulai sekarang, kalaupun saya masih kesulitan, rasanya pacal ngga perlu tau. I'll handle it by my self. Yang harus saya pastikan adalah, pacal tetap nyaman bersama saya, dan saya tidak menambah beban pikirannya dengan kemanjaan saya.
Love,
Del_gadis